arsitekturtiga™ Media Arsitektur | Bangunan yang ramah lingkungan atau ‘green building’ terbukti tingkatkan kesehatan masyarakat.
Hal ini terungkap dari hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal American Chemical Society (ACS) Rabu, 2 Juli 2014. Bangunan hijau adalah bangunan yang disusun menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan dan memertimbangkan aspek efisiensi energi. Tim peneliti menemukan, dengan memertimbangkan aspek-aspek tersebut, bangunan hijau terbukti mampu meningkatkan kesehatan masyarakat.
Bangunan hijau terbukti memberikan rasa nyaman termasuk bagi mereka yang tinggal di perumahan penduduk berpendapatan rendah. Menurut tim peneliti yang dipimpin oleh Gary Adamkiewicz dan Meryl Colton, dengan berpindah ke bangunan hijau atau menerapkan konsep hijau tersebut di lokasi tinggal, akan mampu mengurangi risiko penyakit yang identik dengan perumahan yang tidak sehat.
Menurut tim peneliti kualitas udara dalam ruang menjadi ukuran penting kesehatan sebuah bangunan, terutama di populasi berpendapatan rendah. Kualitas udara dalam ruang ditentukan oleh keberadaan polusi dalam ruang yang berasal dari benda-benda partikulat, nitrogen dioksida, asap tembakau dan bahan-bahan lain, seperti pembersih kimiawi yang bisa meningkatkan risiko penyakit pernafasan, penyakit asma bahkan kanker. Menurut tim peneliti, penduduk usia dewasa di Amerika Serikat menghabiskan 65% waktu mereka di rumah.
Di komunitas berpendapatan rendah, perumahan biasanya kurang memeroleh perawatan dengan lokasi yang dekat dengan wilayah industri. Kondisi ini bisa memerparah polusi dalam ruang. Konsep bangunan hijau memerbaiki sirkulasi udara agar kondisi udara dalam ruang menjadi sehat.
Penelitian pada perumahan hijau di Boston pada 2011 menunjukkan, dengan beralih dari kompor gas ke kompor listrik dan melarang penghuni perumahan untuk merokok dalam ruang, polusi benda-benda partikulat, nitrogen dioksida dan nikotin menjadi sangat rendah dibanding di perumahan yang tidak menerapkan strategi tersebut.
Penghuni bangunan hijau juga melaporkan risiko terkena penyakit yang 47% lebih rendah, termasuk sakit kepala, gatal-gatal atau panas di mata yang identik dengan efek polusi udara. “Penelitian yang dilakukan selama lebih dari 10 tahun di bangunan publik ini memberikan peluang untuk meningkatkan kesehatan di komunitas berpendapatan rendah dalam skala besar,” simpul tim peneliti sebagaimana disampaikan dalam berita ACS.
Hal ini terungkap dari hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal American Chemical Society (ACS) Rabu, 2 Juli 2014. Bangunan hijau adalah bangunan yang disusun menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan dan memertimbangkan aspek efisiensi energi. Tim peneliti menemukan, dengan memertimbangkan aspek-aspek tersebut, bangunan hijau terbukti mampu meningkatkan kesehatan masyarakat.
Bangunan hijau terbukti memberikan rasa nyaman termasuk bagi mereka yang tinggal di perumahan penduduk berpendapatan rendah. Menurut tim peneliti yang dipimpin oleh Gary Adamkiewicz dan Meryl Colton, dengan berpindah ke bangunan hijau atau menerapkan konsep hijau tersebut di lokasi tinggal, akan mampu mengurangi risiko penyakit yang identik dengan perumahan yang tidak sehat.
Menurut tim peneliti kualitas udara dalam ruang menjadi ukuran penting kesehatan sebuah bangunan, terutama di populasi berpendapatan rendah. Kualitas udara dalam ruang ditentukan oleh keberadaan polusi dalam ruang yang berasal dari benda-benda partikulat, nitrogen dioksida, asap tembakau dan bahan-bahan lain, seperti pembersih kimiawi yang bisa meningkatkan risiko penyakit pernafasan, penyakit asma bahkan kanker. Menurut tim peneliti, penduduk usia dewasa di Amerika Serikat menghabiskan 65% waktu mereka di rumah.
Di komunitas berpendapatan rendah, perumahan biasanya kurang memeroleh perawatan dengan lokasi yang dekat dengan wilayah industri. Kondisi ini bisa memerparah polusi dalam ruang. Konsep bangunan hijau memerbaiki sirkulasi udara agar kondisi udara dalam ruang menjadi sehat.
Penelitian pada perumahan hijau di Boston pada 2011 menunjukkan, dengan beralih dari kompor gas ke kompor listrik dan melarang penghuni perumahan untuk merokok dalam ruang, polusi benda-benda partikulat, nitrogen dioksida dan nikotin menjadi sangat rendah dibanding di perumahan yang tidak menerapkan strategi tersebut.
Penghuni bangunan hijau juga melaporkan risiko terkena penyakit yang 47% lebih rendah, termasuk sakit kepala, gatal-gatal atau panas di mata yang identik dengan efek polusi udara. “Penelitian yang dilakukan selama lebih dari 10 tahun di bangunan publik ini memberikan peluang untuk meningkatkan kesehatan di komunitas berpendapatan rendah dalam skala besar,” simpul tim peneliti sebagaimana disampaikan dalam berita ACS.
0 komentar:
Posting Komentar